#CeritaRizaIsna
My Life My Story

Celah

Hampir setiap (akhir) tahun menyimpulkan: tahun ini tahun yang luar biasa. Dan ternyata aku mampu melewatinya. Mudah-mudahan tahun depan lebih ‘slow’ dari tahun yang luar biasa ini.

Tapi ternyata, Tuhan memang Maha Tahu berbagai kemampuan dan kekuatan kita. 2020 dan 2021 menjadi tahun yang luar biasa penuh tantangan. Manusia memang paling sempurna soal urusan berencana. Tapi, di balik semua itu, keajaiban Tuhan memainkan peran yang tak akan pernah disangka-sangka hamba-Nya.

*

Tak ada kejutan yang buruk. Tiap kejutan –seberapapun kita terkejut saat menerimanya- memuat kisah dan hikmah. Entah kapan kita memiliki kemampuan memetik yang tersirat di baliknya. Tapi, tepat di saat kita mau bernapas lebih lega dan membuka mata lebih leluasa, hikmah itu akan lebih mudah masuk menyusup dalam rongga dada kita. Membuat semua terasa lebih lapang dan mudah.

Siapa yang menyangka Tuhan menautkan hatiku pada sesosok lelaki yang sangat jauh dari bayangkanku sebelumnya? Ia, laki-laki yang jadi imajinasiku dari kisah-kisah fiksi  yang kutelan malam-malam. Ia bukan Gie, baik yang diperankan Nicholas Saputra atau Gie yang sebenarnya.

Ia bukan penulis kritis yang tulisannya dibaca siapa saja bahkan saat jasadnya tinggal nama. Ia bahkan bukan pencinta alam yang dalam muda usianya harus terkubur dalam diam di puncak para dewa itu. Sekali lagi ia bukan Gie. Tapi ia menggenapi seluruh keganjilanku. Memenuhi segala pencarian yang tak pernah kutahu kapan akan berakhir. Ia dalam tipis senyumnya yang begitu mahal pada orang lain. Renyah tawanya yang meruntuhkan segala gelisah. Ia yang bahkan dinginnya mencipta rasa penasaran siapapun akan bentuk suaranya. Sedang padakulah kami sukar mencari jeda untuk menghentikan berbagi kisah dan cerita.

*

Dua tahun yang cukup tak mudah untuk kulewati. Dua tahun kulewati di dua kota berbeda. Dua tahun yang kukira akan menjadi lebih mudah ketimbang sebelumnya. Dua tahun dengan angka yang sama, pandemi datang mengubah semua rencana. Menciptakan begitu banyak cemas yang mengurai air mata. Hari di mana usiaku bertambah, adalah hari saat aku harus menentukan nasib: virus itukah yang bersarang di tubuhku?

Tapi Tuhan berkata lain. Aku diberi hadiah terindah di hari kelahiranku: sehat secara fisik meski beberapa kali sebelumnya aku menemui mereka yang terjangkit virus yang mengacaukan dunia. Tapi tidak begitu dengan psikisku. Segala kecemasan, ketakutan, kekhawatiran yang menggelayut pundak, kepala, dada. Menjadikan segala asupan yang masuk tak berasa. Hanya ibu dan keluarga yang ada dalam benak. Membayangkan seandainya dalam masa yang lama aku tak dapat bersua dengan mereka.

*

2021 kubuka dengan segala lembaran baru. Aku tak pernah benar-benar berani berharap. Namun, ialah sosok yang selalu menanamkanku: bahwa harapan yang membuat kita tetap bertahan hidup. Maka dengan itulah, segala rencana yang berbuah kusikapi dengan sungguh biasa saja. Entah Tuhan menganugerahkan padaku ketenangan, atau aku sudah terlau biasa menghadapi semua ibarat sayur tanpa rasa: hambar.

Perlahan, aku mencoba memupuk kembali mimpi, cerita, dan harapan. Kehadirannya membuat semangatku kembali menyala. Segala kemudahan di tengah kondisi serba sulit rasa-rasanya menjadi jalan yang tak sedikitpun membuatku lelah.

Hingga tepat pada satu titik di puncak kebahagiaan itu, Tuhan memberi jeda. Memintaku, meminta kami lebih dekat padaNya. Lewat takdir-takdir yang tak pernah kami sangka. Mungkin buah dari keras kepala, atau buah dari titik kesombongan kami sebagai hamba.

Sedikit saja kesehatan kami dikurangi nikmatnya. Hingga sementara berbagai aktivitas harus terjeda. Memberi lebih banyak ruang bagi raga untuk merasakan haknya.

Di hari kelahiranku, di tahun yang berganti, usia yang tereduksi meski angka meninggi. Dalam setiap keluh yang hendak kusesali, kubaris berbagai nikmat yang membuatku tak sempat membuat daftar hal-hal yang patut kukeluhkan.

Untung sakit setelah menikah. Bagaimana jadinya jika tepat sakit di hari pernikahan? Untung sakit yang masih sangat umum, bagaimana jika sakit yang lebih dari itu? Untung sakit yang diberikan berbagai kemudahan untuk pulih, bagaimana bila lebih lama dari itu?

Untung sakit dan diberikan kemampuan untuk mengusahakan obat dan upaya lain menuju sehat, bagaimana kalau tidak? Untung sakit tapi dikelilingi begitu banyak orang yang peduli, bagaimana kalau tidak? Untung sakit dengan berbagai doa baik yang mengiringi kesembuhan, bagaimana kalau tidak?

Tak terbatas kebaikan Tuhan yang membuatku begitu kerdil sekadar untuk mengeluh: Ya Tuhan, kenapa begini?

Tuhan, kau sadarkan kami sebagai manusia dengan segala nikmat, letih, lelah, sakit, lapar, dan takut. Dan sungguh melalui itu pula kau curahkan kasih dan cintaMu pada kami. Maka, sungguh nikmatMu yang manakah yang tidak bisa kami syukuri?

Malang, hari kesekian berjarak dengan suami

2 hari setelah berusia 26 tahun. 23.06 wib

Tinggalkan komentar