My Life My Story

GARIS

Menikah, berlibur, lalu kembali masuk kerja. Itu rencananya. Tapi, Tuhan ngeliat dari atas sambilmbatin: bagus nak, rencanamu bagus sekali, tapi Aku sudah punya rencana. Lalu, taraaaaa!

Yang terjadi adalah habis nikah sakit perut, masuk rumah sakit, operasi. Ya Allah, manusia emang kalau berencana itu indah ya. Suka lupa dia, kalau di atas rencana masih ada rencana yang lebih dulu dibuat.

Begitulah, 11 Maret Alhamdulillah Allah persatukan aku dengan manusia ajaib yang penuh kasih, super unik dan seru, tapi susah ditebah kaya perolehan koin shopee.

Allah buat mudah semua persiapan pernikahan. Padahal, aku bekerja di sebuah kota berjarak 2 jam dari kota asalku. Sementara, doi bekerja di ibukota yang jaraknya 16 jam naik kereta. Alhasil, rancangan pernikahan simpel ala kita bener-bener disusun, dirancang, didiskusikan murni jarak jauh. Chat, telepon, video call, m-banking, Instagram, dan shopee adalah pendukung luar biasa. Keluarga? Ya sudah tentu, dong! Fitur telepon bersama kita manfaatkan untuk diskusi banyak hal.

Sampai akhirnya, 11 Maret pun tiba dengan sedikit sekali rasa deg-degan. Dag-dig-dug agak kenceng seperti salon tetangga nikahan yang ditaruh di depan rumah baru terasa saat doi menjabat tangan penghulu dan mengucapkan: qobiltu…..

Sesi foto-foto bersama keluarga setelah akad pun berjalan lancar ketika kemudian hujan super deres mengguyur lokasi akad yang outdoor. Di situlah aku mulai merasakan perut sedikit perih. Menunggu hujan reda untuk foto bersama suami (eaaaaa), aku pun makan siang.

Sore, hujan mereda, aku baru bisa pulang ke rumah. Mengganti baju akad dengan baju rumah dan mulai merasa, sakit perut ini beda. Tidak seperti disminorhe yang memang seharusnya hari itu kurasakan, atau radang lambung yang biasa kurasakan saat kambuh. Sakit ini beda sekali rasanya.

SAKIT ITU TERNYATA APPENDIX

Menahan semalaman sambil mencoba merem sebisanya. Jumat pagi, terbangun dan Cuma bisa guling-guling sambil mewek-mewek. Jam 7 pagi bapak dan doi memutuskan membawaku ke dokter di dekat rumah.

Keadaanku saat itu, jalan nyeret kaki sambil bungkuk kaya orang rukuk. Sangat sakit untuk berdiri tegak. Jangankan berdiri, bahkan duduk dan berbaring pun aku nggak bisa tenang. Muter-muter terus nahan sakit. Melihatku yang nggak bisa diem, dokter yang awalnya mau membuatkan resep batal. Lebih menyarankanku ke rumah sakit supaya tau penyebabnya.

Terdekat dari dokter saat itu adalah RS Onkologi di Sawojajar. Sayang, karena RS kecil dokter bedah tidak standby. Tapi, dokter jaga menyatakan ini 99 persen appendix alias usus buntu. Aku disuntik anti nyeri supaya lebih tenang. Dokter itu memberi kami kartu nama. Tertulis satu nama dokter bedah di RS UMM. RS kampusku.

Saat itu juga aku, bapak, dan doi meluncur ke rumah sakit. Dalam keadaan tak kuat apapun, dokter Aleq, nama dokter itu, melakukan asesmen sederhana dan langsung berkata lugas. “Fix ini appendix. Pilihannya Cuma dua, operasi atau bunuh diri,” katanya.

Gayanya santai dan bercanda bukan main. Meski kesakitan, aku tak merasa tegang, bahkan sedih sekalipun. Doi, suamiku yang gayanya emang nggak pernah nggak santai, semakin santai menanggapi. “Yah, pilihannya jelas, Dok, operasi.”

Dalam keadaan seperti itu, sempat-sempatnya mereka nostalgia, sebab dokter Aleq berasal dari kota yang sama dengan doi, Cuma bersebelahan kecamatan. Mereka nostalgia di ruang periksa, sementara aku menyimak sambil mbatin: haloo ada aku gaes, ada aku. Lawak sih kalo diinget-inget sekarang. Kalau saat itu? Enggak sama sekali ha ha.

Begitulah. Singkat cerita aku menjalani operasi jelang pukul 6 sore. Ini masuk rumah sakit pertamaku karena sakit (langsung operasi, pula!) biasanya aku masuk rumah sakit untuk urusan lain. Kalau nggak liputan, yah menjenguk orang.

Alhamdulillah semua berjalan lancar. Proses penyembuhanku sampai diperbolehkan pulang terhitung cepat. Senin siang dengan gaya dan cengiran khasnya, dokter Aleq mengunjungi ruanganku dan berkata sangat singkat: halo, kamu siang ini pulang ya!

Malang, 15 Maret 2021. 20:44 wib

Sebagian diitulis di kamar opname saat bosan.

Keajaiban lain tentang cerita di rumah sakit, akan kutulis kemudian 🙂

Tinggalkan komentar